- Back to Home »
- Pemikiran »
- DIKTATORIAN
Posted by : kontributor
Sabtu, 01 Oktober 2016
Pemimpin Diktatorian
dan Kemunafikan Terselubung dalam Perspektif Masa Kini
Oleh : salcenter.id
Lebih dari beberapa abad sejak dimulainya era manusia membangun peradaban, sejarah kepemimpinan dari berbagai latar, bangsa, dan tempat selalu menyelipkan cerita tentang para pemimpin yang pengecut dan berlindung di balik kesombongannya. Mereka menciptakan suasana yang nyaman namun membingungkan sebagian masyarakat yang dipimpinnya karena sifatnya yang cenderung bermuka dua. Dengan segala cara, tercipta sebuah sistem otoritarian yang menyentuh segala lapisan kehidupan masyarakatnya.
Pemimpin yang munafik tak lebih dari bangkai yang menganga di tengah-tengah gurun. Ia kerap menjadikan sandaran dan argumen saat keadaan terasa menyudutkannya sebagai manusia yang mempunyai kekuasaan. Pemimpin yang berfantasi dengan “Egoisme” selalu terlahir dengan mahkota sifat politikus yang selalu bermain dalam ketidakpedulian. Bila kepentingan tentang kelanggengan titahnya sebagai raja terancam oleh bayangan kehancuran, dengan sigap ia akan melakukan tindakan preventif.
Pemberangusan dan pencitraan dirinya seolah mengalir sama dan tak terpisahkan. Pemberangusan terjadi bila sebuah kabar yang tertuju padanya adalah kabar kontraproduktif, yang akan merusak kepemimpinannya dan integritas sebagai “Law of Leaders” dari masyarakatnya. Maka pemberedelan adalah pilihan terbaik untuk melindungi kekuasaan yang telah dimilikinya. Segala tindakan baik itu pendapat atau gagasan yang mengancam, menyindir, dan cenderung menyudutkan dirinya atas kebijakannya harus segera dihancurkan bahkan dihilangkan dalam pemberitaan media. Padahal, argumen yang ditentangnya adalah fakta tak terbantahkan tentang kegagalannya sebagai pemimpin dan kesalahkaprahannya yang membuat rakyatnya menangis dan meronta akibat kebijakannya yang tak pernah memihak kaum miskin.
Indonesia bukan negeri di masa dinasti kerajaan, di mana ketika titah sang raja tidak sesuai dengan kehendaknya, penjegalan akan kewenangan menjadi jawaban. Namun, negara ini adalah negara yang dibangun berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi, di mana kebebasan berpendapat dan berekspresi menjadi sebuah menu yang mau tidak mau, suka tidak suka, harus diapresiasi dan dihargai. Karena demokrasi lahir dan ada atas nama kebebasan.
Demokrasi lahir dari niat yang tulus. Ketika pemimpin lahir dari rahim demokrasi, ia harus mampu mempertanggungjawabkan integritasnya sebagai pemimpin yang lahir dari rahim pemilu yang dinakhodai atas nama demokrasi. Demokrasi selalu beriringan dengan rasa hormat dan tanggung jawab. Hormat bagi yang kalah terhadap pemenang, dan bertanggung jawab bagi pemenang untuk menjalankan amanah kekuasaan yang diberikan rakyatnya dan untuk rakyat sesuai tempat dan kapasitasnya. Dalam opini ini, jelas bahwa demokrasi bagi pemimpin yang lahir dari rahim pemilu demokratis adalah memberi seluas-luasnya kewenangan kepada masyarakat untuk berpendapat dan mengkritisi kebijakannya, bukan dengan membungkam media dan menutup diri dari berita tentang apa yang sudah menjadi cerita dalam hari-harinya. Bukan pula dengan menasbihkan dirinya sebagai pemimpin yang penuh kemunafikan, yang menyanjung demokrasi namun di lain pihak menampik apa yang sudah seharusnya.
Kadarnya demokrasi adalah memberi ruang bagi masyarakat dan pemimpinnya, di mana kebebasan seluas-luasnya adalah jawaban dari fakta integritas bagi semua lapisan yang menerapkan dan ikut andil di dalamnya.