SERING DIBACA

Archive for Oktober 2016

WESTERNISASI LEBAY

By : kontributor
Perkembangan informasi yang  cepat bahkan terkadang lepas dari kontrol baik oleh negara maupun oleh individu tertentu serta rendahnya pemahaman menjadi awal di mana gaya dan passion style maupun pola pikir masyarakat berubah. Isu Globallisme, Liberallisme, Kapitalisme atau bahkan Sekulerisme, selalu menyatu dalam bingkai Westernisasi di abad modern ini. Penguasaan informasi dan media oleh bangsa barat bukan tidak mungkin membawa pengaruh dari hal yang kecil sampai sekala yang besar. Peradaban yang lemah akan terhapus oleh peradaban yang kuat yang lebih dominan menguasai media. Seperti bangsa atau Negara Amerika dan Negara Eropa lainya yang menguasai hampir 65% media di dunia ini, mereka mampu menciptakan opini hanya dengan 1 hari atau bahkan beberapa jam dengan sebuah media televisi, internet atau bahkan media lainya. Isu Westernisasi terkesan seperti senjata untuk merubah dan menyatukan beberapa budaya atau pandangan menjadi satu kesatuan yang hegemonic untuk menjadi sama, baik dari aspek budaya, politik, hukum, teknologi. Pendidikan bahkan agama.

Apa Itu Westernisasi
Bukan tidak mungkin aku dan sebagian masyarakat lainya : berpendapat sama seperti dalam tulisan ini bahwa Westernisasi adalah pengaruh atau paham yang hendak menjadi budaya baru yang tercipta karena arus informasi atau bahkan tercipta karena sebaran atau tersebar baik itu oleh media elektronik maupun cetak yang datangnya dari bangsa barat, baik secara langsung atau bahkan tersamar. Dan westernisasi mempunyai pengaruh luas  dalam hal apapun, seperti yang tercamtum di atas yaitu :

Budaya, Politik, Hukum, Teknologi. Pendidikan bahkan Bahasa dan Agama

Kepercayaan diri yang rendah dalam suatu bangsa atau Negara, adalah target dimana westernisasi menjadi senjata untuk menyerang setiap kelemahan yang ada. Westernisasi mampu merubah sesuatu yang tabu atau bahkan “masih canggung untuk di ungkap” menjadi sesuatu hal yang biasa, pola pikir setiap individu mampu di rubah hanya dengan berbekal sebuah perangkat media informasi. Di tengah bangsa yang manjemuk westernisasi mampu beradaptasi dan menjelma menciptakan sesuatu seperti budaya yang baru dan kultur baru dalam masyarakat yang terseok dan kalah saing dalam bidang penguasaan media.

Westerniasi Indonesia
Indonesia adalah Negara terhebat menuruku :  dimana ada berjuta suku dan karakteristik yang berbeda pula di setiap pendudukanya, dan Indonesia adalah negara dengan perkembangan perangkat media tercepat  di antara negara di kawasan Asean lainya. Seperti Jepang yang menerima budaya westernisasi namun tetap mepertahankan nilai2 luhur, karakterisktik dan norma serta berpegang teguh akan warisan budayannya. Sehingga adanya isu westernisasi di jadikan sebagai proteksi dimana negara mau tidak mau harus aktif untuk memberi kesempatan dan membantu sekuat mungkin budaya lokal atau kekuatan asli untuk tetap membumi.

Simpang Siurnya Westernisasi
Sesuatu yang menyakut tentang kemajuan sering di artikan pula sebagai bagian dari akibat westernisasi, padahal sesungguhnya tidak.!!
Kemajuan tenknologi sering pula di artikan sebagai bagian dari westernisasi padahal sesunggulnya tidak!!!
Menurutku secara “pribadi :

Pada dasarnya kemajuan teknologi adalah tergantung dari kemampuan masing2 setiap bangsa atau negara akan SDM di masyrakatnya. Pengertian yang salah akan westernisasi yang selalu berhubungan dengan kemajuan adalah sesunggunya bohong besar. Karena sesungguhnya suatu negara atau bahkan bangsa lainya bisa menciptakan sesuatu yang lebih baik dan lebih maju dari bangsa barat tanpa harus meniru, dan bahkan berhak akan pengakuan dan legitimasi suatu tentang istilah “kemajuannya” baik dari segi teknologi budaya dan sesuatu yang mencakup gaya hidup. Bahkan sebaliknya jika mampu menguasai peradaban dan menguasai informasi di dunia kita bisa menggerakan paham Easteniasi terhadap budaya barat namun semua itu tergantung dari konsistensi kita dimana kita mau bersama2 bergandengan menguasai teknologi informasi dan sejenisnya. Tidak dapat di pungkiri karena faktor sesungguhnya, adanya penyebaran isu westernisasi adalah media informasi.

Diantara Westernisasi Ada Easternisasi.
Masyarakat yang mengaku dirinya berbudaya timur sejatinya harus mampu menjadi masyrakat yang mampu memimpin dan membenamkan dirinya dalam segala aspek kekuatan dan kemajuan dan menjadikan budaya yang ada dan yang telah di pegang teguh untuk tetap mempertahankan ke aslianya dan menjalankan budaya aslinya dalam keseharian serta menjadikan pula budaya atau pengaruh barat sebagai budaya kritis dan penyeimbang bahkan pendorong dan motivasi untuk sebuah keselarasan dan memahami bahwa di samping kita ada budaya yang berbeda tanpa semuanya harus kita ikuti. Bukan dengan mencela dan menghujat dengan pikiran sempit. Apalagi harus dengan isolasi dari kepungan budaya barat.

Westernisasi, sesungguhnya bukanlah budaya “ia” (westernisasi) adalah seperti paham atau pengaruh atau cara keinginan untuk meniru budaya tertentu yang datangnya dari barat dan menjadikannya sebagai penguat ego di tengah perkembangan zaman akan peradaban baru dan menjadikanya “ia” sebagai gaya atau passion baru dalam berkehidupan dan bermasyrakat.

Kita bisa melawan westerniasi dengan Easternisasi yaitu memulai dengan suatu gerakan dimana gerakan tersebut adalah adanya penayadaran akan kesederhanaan hidup namun tetap dengan cara berpandangan maju. Tanpa harus meninggalkan budaya asli kita dan darimana kita berasal. Tidak sepenuhnya westernisasi mengandung unsur kehebatan di balik itu semua ada tempat dan ciri cara pandang yang berbeda karena pengaruh lingkungan dan adata istiadat. Sementara cara mereka yang kita ikuti terkadang tidak sesuai dengan suatu keadaan dan lingkungan di sekitar kita.

Opini pribadi ini tidak bermaksud bahwa penulis berhaluan atau bahkan tunduk terhadap sesuatu yang berhubungan dengan bangsa barat tetapi lebih kepada apa yang ingin di sampaikan bahwa kita  yang merasa berbudaya timur harus bisa menerimanya karena seiring perkembangan dunia, kadang kala budaya memerlukan suatu akulturasi atau percampuran sebagai rasa saling menghargai dan menyeimbangkan yang ada, begitupun yang terjadi di belahan negara barat lainya mereka berlomba melawan budaya timur yang dengan istilah dan santer saat ini di Eropa dan Amerika lainya tentang maraknya arus imigran dan isu islamisasinya serta terkenal pula dengan merebaknya isu Easternisasi yang di bawa oleh orang2 Asia pada umunya yang singgah dan bermukin disana. Mereka (Bangsa barat dan Amerika) melawan dengan Intelktualitas dan tetap dengan toleransi tinggi bukan dengan pandangan sepit atau picik bukan dengan lebaya atau berebihan.

Satu point dimana Westernisasi akan tercipta  bila suatu pemimpin atau bahkan individu masyarakatnya lengah dan tak mampu memfilter budaya barat untuk di ambil mana bagian dari yang positif dan mana dari bagian yang negative. Dan kuatnya penguasaan media oleh bangsa2 barat tanpa kontrol atau bahkan kesadaran dari masyrakatnya kadang begitu kuat pengaruhnya. Bahasa, gaya berpakaian dan cara berfikir dan pandangsn nyeleneh bahkan memutarbalikan fakta serta menjadikan sesuatu yang sebenarnya “benar” menjadi sesuatu yang di anggap “salah” dan sesuatu yang sebebarnya “salah” menjadi sesuatu yang di anggap “benar”. Itulah pembiasan salah dan pemahaman yang salah kaprah  dimana sebagian dari kita tidak memahami subtansi arti pengaruh dan pesan yang ingin di sampaikan oleh bangsa barat.


Bangsa yang unggul dan percaya akan kemampuan masyarakatnya mampu membedakan mana bagian dari westernisasi dan mana dari akulturasi.
Tag : ,

DIKTATORIAN

By : kontributor



















Pemimpin Diktatorian 
dan Kemunafikan Terselubung dalam Perspektif Masa Kini
Oleh : salcenter.id


Lebih dari beberapa abad sejak dimulainya era manusia membangun peradaban, sejarah kepemimpinan dari berbagai latar, bangsa, dan tempat selalu menyelipkan cerita tentang para pemimpin yang pengecut dan berlindung di balik kesombongannya. Mereka menciptakan suasana yang nyaman namun membingungkan sebagian masyarakat yang dipimpinnya karena sifatnya yang cenderung bermuka dua. Dengan segala cara, tercipta sebuah sistem otoritarian yang menyentuh segala lapisan kehidupan masyarakatnya.

Pemimpin yang munafik tak lebih dari bangkai yang menganga di tengah-tengah gurun. Ia kerap menjadikan sandaran dan argumen saat keadaan terasa menyudutkannya sebagai manusia yang mempunyai kekuasaan. Pemimpin yang berfantasi dengan “Egoisme” selalu terlahir dengan mahkota sifat politikus yang selalu bermain dalam ketidakpedulian. Bila kepentingan tentang kelanggengan titahnya sebagai raja terancam oleh bayangan kehancuran, dengan sigap ia akan melakukan tindakan preventif.

Pemberangusan dan pencitraan dirinya seolah mengalir sama dan tak terpisahkan. Pemberangusan terjadi bila sebuah kabar yang tertuju padanya adalah kabar kontraproduktif, yang akan merusak kepemimpinannya dan integritas sebagai “Law of Leaders” dari masyarakatnya. Maka pemberedelan adalah pilihan terbaik untuk melindungi kekuasaan yang telah dimilikinya. Segala tindakan baik itu pendapat atau gagasan yang mengancam, menyindir, dan cenderung menyudutkan dirinya atas kebijakannya harus segera dihancurkan bahkan dihilangkan dalam pemberitaan media. Padahal, argumen yang ditentangnya adalah fakta tak terbantahkan tentang kegagalannya sebagai pemimpin dan kesalahkaprahannya yang membuat rakyatnya menangis dan meronta akibat kebijakannya yang tak pernah memihak kaum miskin.

Indonesia bukan negeri di masa dinasti kerajaan, di mana ketika titah sang raja tidak sesuai dengan kehendaknya, penjegalan akan kewenangan menjadi jawaban. Namun, negara ini adalah negara yang dibangun berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi, di mana kebebasan berpendapat dan berekspresi menjadi sebuah menu yang mau tidak mau, suka tidak suka, harus diapresiasi dan dihargai. Karena demokrasi lahir dan ada atas nama kebebasan.

Demokrasi lahir dari niat yang tulus. Ketika pemimpin lahir dari rahim demokrasi, ia harus mampu mempertanggungjawabkan integritasnya sebagai pemimpin yang lahir dari rahim pemilu yang dinakhodai atas nama demokrasi. Demokrasi selalu beriringan dengan rasa hormat dan tanggung jawab. Hormat bagi yang kalah terhadap pemenang, dan bertanggung jawab bagi pemenang untuk menjalankan amanah kekuasaan yang diberikan rakyatnya dan untuk rakyat sesuai tempat dan kapasitasnya. Dalam opini ini, jelas bahwa demokrasi bagi pemimpin yang lahir dari rahim pemilu demokratis adalah memberi seluas-luasnya kewenangan kepada masyarakat untuk berpendapat dan mengkritisi kebijakannya, bukan dengan membungkam media dan menutup diri dari berita tentang apa yang sudah menjadi cerita dalam hari-harinya. Bukan pula dengan menasbihkan dirinya sebagai pemimpin yang penuh kemunafikan, yang menyanjung demokrasi namun di lain pihak menampik apa yang sudah seharusnya.

Kadarnya demokrasi adalah memberi ruang bagi masyarakat dan pemimpinnya, di mana kebebasan seluas-luasnya adalah jawaban dari fakta integritas bagi semua lapisan yang menerapkan dan ikut andil di dalamnya.
Tag : ,

- Copyright © salcenter.id - salcente.id - Powered by Blogger - Designed by salcenter -