SERING DIBACA

Archive for Mei 2023

MUNGKINKAH DIA DATANG

By : kontributor
[Image Ilustrasi Google]

Kunjungan Tak Sengaja ke Bukit Karang Hau
-True Story-

Tiga tahun lalu, setelah berziarah ke makam orang tua di Kampung Pangkalan, Nagrak, Sukabumi, pada sore hari saat beranjak pulang, saya tiba-tiba terpikir, "Sepertinya mantai malam-malam sambil ngopi enak nih." Lalu, saya berangkat ke pantai. Karena kondisi macet dan lain hal, saya tiba di Pelabuhan Ratu sekitar pukul 10 malam. Tanpa berpikir lama, saya langsung mencari warung yang bisa digunakan untuk menginap sambil menikmati kopi. Tidak terasa waktu sudah menunjukkan hampir pukul 11.30 malam.


Karena tidak adanya dukungan keamanan parkir motor, kami bergeser ke dekat Karang Hawu. Pada akhirnya, kesempatan tersebut menjadi momen eksplorasi. Sayang seribu kali sayang, saudara sudah kadung ngantuk. Kami mendapatkan tempat beristirahat tepat di bawah Karang Hawu dengan pemandangan yang menghadap langsung ke karang di bibir pantai. Saudara saya akhirnya tidur sementara saya belum ngantuk. Ketiga saudara yang mengantar sudah benar-benar pulas, tidur terbuai mimpi oleh desiran dan kenikmatan bermalam di tepi pantai. Saya masih terjaga dan tiba-tiba muncul keinginan untuk masuk lebih jauh ke perbukitan bagian atas Karang Hawu.


Sesampainya di atas, saya mampir ke batu kursi raja yang menempel di antara curamnya tebing dan area makam Nyi Roro Kidul. Waktu itu sudah menunjukkan pukul 12 malam atau setengah satu.


Di dalam area kompleks pemakaman, ternyata suasana ramai. Tidak terpikir sebelumnya, di luar terlihat menyeramkan, tetapi ketika sudah masuk ke kompleks tersebut, suasananya ramai. Di dalam area kompleks ada masjid besar. Tidak seperti isu yang merebak bahwa ini tempat pemujaan, ternyata di dalam area kompleks sangat jauh berbeda. Suasananya layaknya tempat ziarah ke para wali, terlihat ada yang sedang mengaji dan melantunkan sholawat di masjid yang langsung bersentuhan dengan makam-makam tersebut.


Singkat cerita, saya melihat ada banyak peziarah bahkan datang dari seberang Sumatra. Ada beberapa makam dengan nama berbeda, masing-masing makam memiliki area atau ruangan khususnya. Di antara makam-makam ini memiliki nama, di antaranya:

- Sinuhun Eyang Rembang Sancang Manggala

- Sinuhun Eyang Rendra Kusuma

- Sinuhun Eyang Jalakmatika

- Raden Syach Hasan Ali

- Nyimas Dewi Roro Kidul

- Ibu Ratu Mayangsari Nagasari


Penasaran, saya berusaha bertemu kuncen (juru kunci). Ternyata ada banyak kuncen di sana. Saya mencari kuncen yang memang memiliki riwayat detail terkait lokasi tersebut dengan memancing obrolan yang lebih dalam. Setelah beberapa kali mencoba, akhirnya saya diperbolehkan masuk, bukan saja dipersilahkan, tetapi lebih istimewanya saya diberikan kesempatan untuk masuk ke makam inti (Makam Nyai Roro Kidul). Izin itu didapat malam-malam yang sangat sulit. Entah kenapa, dalam diskusi dengan kuncen senior ini, seakan terdiam sejenak dan tiba-tiba berucap, "Akang dipersilakan untuk masuk ke makam Nyai."


Kesempatan itu tidak disia-siakan. Tanpa melalui makam-makam yang lainnya, saya langsung menuju makam inti Nyai Roro Kidul. Sendirian, waktu sudah menunjukkan pukul 1.30 lebih, saya masuk ke ruang makam Nyai Roro Kidul. Suasananya berbeda, lebih terasa ada vibrasi lain. Dalam ruangan hanya ada satu makam dengan nuansa cat hijau dan terdapat pernak-pernik layaknya kerajaan. Sendirian sambil memegang kamera, kuncen menutup pintu. Saya berada di dalam sendiri. Rasa takut itu manusiawi, tetapi tidak begitu besar karena niat dan tujuan saya positif, yaitu eksplorasi dan dokumentasi. Saya berusaha maksimal mengambil detail video. Ada wejangan agar tidak duduk di dua kursi yang mirip kursi raja. Saya berusaha menjaga adab selama dalam ruangan makam tersebut.


Di dalam ruangan, terdapat beberapa foto, termasuk foto atau lukisan yang dipercaya sebagai lukisan ratu, ada juga lukisan Prabu Siliwangi dan foto Soekarno. Setelah mengambil dokumentasi, saya mengambil inisiatif duduk di samping makam, mengirim Al-Fatihah dan doa kubur. Selama membacakan doa, saya merasa ada getaran yang tidak biasa, seperti merasakan kehadiran astral. Saya tetap berpikir positif sampai akhirnya keluar malam dan melanjutkan eksplorasi makam selanjutnya.


Singkat cerita lagi, saya berbincang dengan kuncen makam tadi. Beliau mengeluhkan dan menyayangkan framing cerita yang tidak sepenuhnya benar. Framing tersebut diperkuat oleh adanya film yang berdampak buruk terhadap tempat tersebut. Bahkan, ada oknum kuncen yang menyalahgunakan tempat tersebut di luar kewajaran. Menurutnya, kondisi demikian ini sudah tidak bisa dibendung, karena lebih banyak kuncen yang azas manfaat daripada kuncen yang sebenarnya mengantarkan orang hanya sekadar berziarah.


Kuncen berkata bahwa sebenarnya memang ada tempat pemujaan, tetapi di bukit sebelahnya, jaraknya kurang lebih 500 meter ada sebuah makam yang memang menjadi tempat pemujaan. Karena terlalu dekat dengan kompleks makam di Karang Hawu, menjadi tercoreng. Lebih lanjut, kuncen mengatakan bahwa diperparah dengan adanya lelaku ritual mandi di bawah kubangan air atau biasa dikenal dengan 7 sumur.


Waktu sudah menunjukkan pagi, langit mulai berwarna jingga, cahaya di ujung timur mulai terlihat sementara saya masih asyik berbincang dengan kuncen. Saya pun bercerita bahwa selama di dalam, saat saya mendoakan Fulan, ada kondisi tidak biasa. Beliau (kuncen) menimpali, "Akang diterima hadir di sini, nanti silakan saja katanya."


Berminggu-minggu dan berbulan-bulan saya menjalani rutinitas seperti biasa. Kebetulan, jika bicara bunga Wijaya Kusuma di rumah juga ada. Tetapi, pernah ada satu malam di atas jam satu, ketika duduk ngopi sambil bermain HP, ada suasana berbeda yang tiba-tiba muncul pada malam Senin. Selain suasana berbeda, ada sekilas disertai angin yang cukup besar, seperti gambaran sosok perempuan dengan busana hijau, cantik, dan rambut panjang. Dalam pandangan samar itu, hanya diam memandang, seakan komunikasi tanpa ucapan kata. Ini seperti antara ucapan hati ke hati. Saya berpikir siapapun yang datang itu adalah jin. Jin yang mungkin saja pendamping Fulan bin Fulan selama dia hidup.


Cerita begitu saja berakhir tanpa berlanjut sampai sekarang. Namun, getaran untuk datang ke sana terasa kuat. Saya berusaha menghindari karena stereotip negatif terhadap tempat tersebut.


Hablum Minnal Yakin, Allah menciptakan beragam makhluk dengan pengabdian dan fungsinya dalam menjalani kehidupan slama hidup didunia dan dimensi disampingnya, Jadi, saya menganggapnya sebagai bunga kehidupan. Wallahualam.

Tag : ,

- Copyright © salcenter.id - salcente.id - Powered by Blogger - Designed by salcenter -