Ketika sebagian orang
berkoar tentang HAM dan eksploitasi anak, mari sejenak kita merenungi bahwa
tidak semua orang hidup di atas kemurahan rejeki dari Tuhan dan tidak semua
orang hidup dalam bergelimpangan harta atau paling tidak hidup dengan sebuah
keadaan yang cukup berada, hari ini aku melihat sebuah cerita yang tayang
ditelevisi swasta, aku inisialkan TV tersebut adalah “TT”, pada tayangan yang
tayang hari Senin tanggal 27 Februari 2012 jam 17:30, dan dalam tayangan yang
berlokasi di Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat, seorang anak bernama “Andri
yang harus bergelut dengan dunia yang tak sepantasnya bagi seorang anak di
bawah usia 20 tahun, katakanlah usia anak itu masih 10 tahun, bagaimana dia
haru bekerja menghidupi seorang ibu dan adiknya, dengan bekerja sebagai tukang
memasak dan sekaligus sebagai pembantu kepada seorang juragan ikan, seorang
anak yang memang sangat jarang bagi seusianya untuk bekerja, memang masih
banyak andri-andri yang lain yang bahkan usia nya lebih muda, bahkan pada
sebuah acara berita di statisun tv swasta lainya yang aku lihat, di sulawesi
seorang anak perempuan yang usianya di bawah 10 tahun harus hidup berdua dengan
ibunya yang sakit-sakitan, miris dan terharu rasanya seorang anak perempuan
harus hidup dalam kepayahan dimana sang ibu sakit dan dia tanpa henti melayani
ibunya yang kesakitan, sang anak perempuan itu memasakan dan memandikan bahkan
menyuapi lebih dari itu dia mencari uang untuk biaya hidup sehari-hari, bahkan
terkadang berharap belas kasian dari para tetangganya, untunglah jiwa sosial
dari sebagian masyarakat yang berada persis dekat rumah seorang gadis kecil
tersebut masih terpelihara, sungguh ironi rasanya di tengah ramainya
perbincangan nasional dan internasional tentang pelarangan pekerja anak dan
ekspolitasi anak.
Kembali ke bahasan
seorang anak, seorang anak prempuan dari sulawesi ini tidak tahu bahwa usianya
adalah usia bermain dan belajar, yang dia tahu adalah bagaimana sang ibu
tersayang bisa tetap hidup dan berharap adannya kesembuhan walau pada
kenyataanya untuk membawa ibunya kerumah sakitpun tidak ada karena bagi seorang
anak kecil perempuan dari sulawesi itu dengan polosnya berfikir adalah yang
terpenting bagaimana hari ini ibunya bisa makan dan bisa tidur nyenyak dan
tetap tersenyum padanya.
Namun hari ini
penulis ingin menggambarkan kembali
bagaimana seorang anak yang mungkin ada di antara kita harus berkerja demi
menghidupi atau bahkan demi membantu orang tuanya, bahkan dengan kerelaan hati
tanpa permintaan dari orang tua, seorang anak yang lahir dari keluarga yang
serba kekurangan harus bergelut dengan dunia yang cukup ekstrim bagiku, dimana
usia yang seharusnya dinikmati dengan masa sebagai anak-anak harus terlwati
dengan hiruk pikuknya kesibukan berkerja dengan orang-orang dewasa. Hal ini
jelas sangat bertentangan sekali dengan pemaHAMan sebagain orang, yang
mengkapnyekan stop eksploitasi anak dan stop pekerja anak, bahkan di belahan
dunia manapun dan di kota manapun yang menghendaki dan bahkan melarang adanya
pekerja anak di bawah usia yang semestinya,
Iya memang benar,
bahwa seorang anak di bawah usia pekerja sangatlah bertentangan dengan nilai
HAM dan kebebasan seorang anak itu sendiri, dimana seorang anak juga punya hak
untuk bisa merasakan kebebasannya sebagai anak dan menghabiskan waktu untuk
bermain dan belajar serta merasakan bangku sekola layaknya anak-anak yang lain,
stop pekerja anak dan stop ekspoitasi anak yang sedang di germborkan dan
menjadi jargon dalam beberapa media kampanye dengan tema tindak kekersan anak,
tentu hal-hal tersbut sebagai penulis sebenarnya sangat setuju sekali bahwa
dimanapun dan darimanapun seorang anak, bagi penulis adalah masa indah yang
tentu bukan suatu keharusan namun memang sudah menjadi sebuah kewajaran bahwa
seorang anak punya hak untuk mersakan dan menikmati masa indahnya, namun
kembali lagi bahwa tidak semua manusia di dunia ini seberuntung dan sebahagia
bagi orang yang tidak pernah mersakan hidup dalam kesulitan tentu hal di atas
dimana cerita anak harus bekrja tanpa di minta atau bahkan orang tua melarang
anak bekreja namun sang anak bergeming untuk tetap bekerja demi keluarganya,
tidak bisa di terima dan tidak masuk akal, pertanyaanya apakah jika sebuah
kelaurga kecil ada di tengah-tengah kita umpama ada seorang sebuah keluarga
dimna hanya ada seorang anak dan seornag ibu yang sakit, apakah setiap waktu
kepeduliaan dari kita-kita akan ada, kalaupun ada tentu hal ini tidak
sambung-menyambung karena jiwa sosial dalam masyarakat sudah mulai rapuh.
Dan adanya cerita
kepedulian sesorang pada keadaan tertentu, tidak bisa di ukur apalagi keadaan
tersebut berada dalam kultur sosial masyarakat yang cenderung hidup dalam
kehidupan di tengah-tengah masyarakat acuh dan saling sibuk dengan urusaan
masing, alasan lainya adalah jikalaupun ada kepeduliaan di tengah-tengah
masyarakat tentu keadaan sebuah keluarga kecil dan cerita anak menghidupi orang
tuanya sangat jarang tersiar dan terkadang jarak antar kehidup masyarakat yang
berjauhan satu dengan yang lainnya, serta cara bersosialisasi minim antar
masyarakat, sesuatu yang sulit untuk bisa di gambarkan sepenuhnya dan
selengkapnya dalam tulisan ini karena kenyatanya sering di antara kita melihat
berita dan cerita seorang anak hidup dalam keadaan dilema dan hidup dalam dunia
kelam dimana ia harus berjuang di usia yang tidak semestinya dan berjuang demi
sebuah kehidupan sambung menyambung untuk tetap hidup dan bertahan hidup di
tengah-tengah ketidak pastian.
Dilema ini seperti
sebuah cerita yang terkadang bagi sebagian orang sulit untuk diterima, karena
pada kenyataanya yang mereka tahu (bagi orang-orang yang tak pernah merasakan
hidup dalam kekurangan) sulit untuk di terima dan hal tersebut terkesan ironi,
disisi lain ada seorang anak yang bekerja demi membantu orang tua karena alasan
ekonomi dan sisi lain adapula di
sebagian masyarakat, bahwa seorang anak bekerja atas dasar eksploitasi demi
keuntungan terntentu, kedua-duanya memang sungguh tidak bisa di terima, namun
kita cukup sulit untuk mengatakan adanya ekploitasi bagi seorang anak yang
berkerja dengan kerelaan hati dengan niat ingin membantu, namun cukup mudah dan
jelas untuk mengatakan salah besar untuk alasan kedua dimana anak di ekploitasi
demi keuntungan tertentu, walau pada dasarya kedua-duanya tetaplah pada porsi
yang memang benar-benar tidak di benarkan, namun begitulah kenyataanya dimana
semua itu bersumber yang tak jauh dari alasan ekonomi, sesuatu yang sulit untuk
menghindari hal seperti itu jika kita mampu mengatakan untuk hal sederhana ini,
maka jawaban dari segalanya adalah perlu adanya kesejahteraan kepada masyarakat
harus di tingkatkan dan pemerataan ekonomi terhadap rakyat kecil harus
benar-benar di bangun, baik secara makro/mikro, selaian itu jiwa sosialisme
pada masyarakat juga harus di galakan agar rasa kepeduliaan itu tetap ada dan
berkembang, dilema di atas hujatan yang memang tak jauh dari alasan ekonomi,
maka beruntunglah bagi mereka yang tak pernah merasakan hidup seperti
andri-andri lainya dan gadis kecil dari sulawesi, satu hal tentunya janganlah
terlalu mendiskreditkan sebuah keluarga yang dimna kekurangan dalam ekonomi
sebagai alasan menjadi penyebabnya, walaupun semua itu di atas ketidak benaran
karena pengabaian akan hak seorang anak, semua perlu solusi yang baik dan tidak
saling menyalahkan atau menyudutkan, solusi yang tepat dan cepat dari
pemerintah sebagai pengayom dan pelayan masyarkat adalah yang di harapkan
selain itu toleransi sikap peduli sesama antar masyarakat mutlak di perlukan,
harapan lainnya pemerintah lebih peduli akan hal kecil seperti ini agar tidak
terkesan menjadi sebuah isu yang besar ketika media ramai-ramai menggunjingkan
tindak kekerasan terhadap anak-anak. Semoga!!