SERING DIBACA

Posted by : kontributor Kamis, 06 November 2014

Indonesia adalah negara majemuk yang memiliki jumlah penduduk ke-4 terbesar di dunia dengan beragam suku dan latar belakang agama. Indonesia adalah penganut jalan kehidupan demokrasi pasca era reformasi.


Indonesia bukanlah negara yang pertama kali menganut sistem demokrasi. Sebelumnya, negara-negara di berbagai kawasan benua seperti Amerika, Eropa, Afrika, dan Asia telah lebih dulu menggunakan azas demokrasi sebagai hal yang mutlak dan absolut untuk menetapkan serta menampilkan sebuah identitas baru.


Demokrasi adalah penjernih keadaan dari hal yang buntu menjadi berujung. Ia menjadi pengantar hati nurani rakyat yang tersampaikan melalui beragam cara, baik pendapat maupun gagasan. Sugesti yang ditawarkan cukup mempresentasikan keadaan jiwa dari setiap manusia yang sesungguhnya. Ia ibarat oase di padang pasir yang membuat decak kagum bagi mata di antara para penentang anti-demokrasi.


Ketika rezim berkuasa dengan otoritarian, demokrasi muncul sebagai jawaban menuju kebebasan. Rezim tidak akan tenang sebelum api Demokrasi berhenti berkobar karena rezim yang absolutis adalah penganut hukum tunggal yang ingin mengatur segala aspek kehidupan individu. Dari hal yang irasional sampai hal yang rasional, seorang rezim menggunakan nalar berfikir yang diiringi sifat ambisius tanpa menjadikan pengantar isi hati nurani sebagai tumpuan untuk bersandar dalam keadilan. Mengesampingkan segala perasaan dan mengedepankan nafsunya.


Indonesia ibarat sebuah anak kecil dari pasca kelahirannya tahun 1999 menuju dunia berkehidupan yang menganut sistem Demokrasi sebagai “Ibu” dari kepatutan untuk membuat segala bentuk keputusan yang menyangkut kenegaraan. Rakyat diberi kebebasan untuk memilih langsung dari tingkatan Yudikatif, Eksekutif, dan Legislatif. Bahkan, rakyat Indonesia diberi kepatutan untuk memilih para senator (Dewan Perwakilan) yang diinginkannya. Dari tingkatan desa sampai setingkat Gubernur, semua telah terlaksana dengan adanya pilihan langsung dari rakyat.


Namun, dibalik itu semua, bukan tidak mungkin ternyata banyak yang berlomba untuk memperebutkan segala bentuk kursi kekuasaan hanya untuk merasakan panas dinginnya duduk di atas kursi dengan hanya ber-Retorika di depan umum, atau hanya ingin merasakan kewibawaan dan Sakralan dari kursi kekuasaan yang telah dimilikinya hanya untuk sebuah harga diri dan pencitraan saja.


Hari ini atau hari kedepan, jika kita menerawang, rasanya sangat sukar untuk melihat adanya pemimpin yang mengambil atau ikut berlomba untuk berkuasa dengan menjadikan kursi kekuasaan sebagai amanah mengambil kesempatan untuk merubah dari keadaan yang tidak berpihak menjadi berpihak, untuk merubah pola mindset dari yang dilayani menjadi melayani, dan menjadikan kekuasaan yang ada di tangannya untuk sebuah kemaslahatan bagi semua orang. Tentunya, mendedikasikan diri di atas kekuasaan yang mendahulukan kepentingan rakyat yang telah memilihnya, bukan dengan mengekang atau bahkan menghilangkan azas demokrasi yang telah memilihnya untuk menjadi penguasa.

Tinggalkan Jejak Komentar

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © salcenter.id - salcente.id - Powered by Blogger - Designed by salcenter -