Di tengah gemuruh kehidupan
modern yang berkilau, ada satu elemen alami yang sering kali terlupakan,
tersembunyi di balik bayang-bayang beton dan kaca. Sungai, sang pembawa arus
kehidupan, perlahan merana di tengah hiruk-pikuk peradaban. Padahal, sungai adalah
saksi bisu perjalanan manusia, mencerminkan jati diri dan sejarah kita yang
kaya. Mengabaikan sungai sama dengan mengabaikan asal muasal kita, tempat di
mana identitas sejati terbentuk.
Sungai bukan sekadar aliran air;
ia adalah urat nadi bumi yang menghidupkan segala yang disentuhnya. Bayangkan,
ribuan tetes air yang mengalir bersama, seperti barisan pahlawan tak terlihat,
membawa pesan kehidupan dari hulu ke hilir. Setiap lekuk dan belokan sungai
menyimpan cerita, legenda, dan warisan budaya yang tak ternilai. Di tepiannya,
nenek moyang kita dahulu kala bercocok tanam, membangun peradaban, dan
menemukan jati diri mereka. Sungai adalah buku sejarah alami yang terbuka
lebar, menunggu untuk dibaca dan dihargai, dan manusia di wariskan hanya cukup
dengan menjaga dan merawatnya, karena seyogyanya sungai hiasan alam
yang Tuhan suguhkan didunia ini dalam pangkuan ketakjuban kita.
Namun, kini sungai-sungai kita
seolah menangis dalam sunyi, tertutup limbah dan sampah yang kita buang tanpa
rasa. Airnya yang dulu jernih dan menyejukkan, kini berubah keruh dan penuh
racun, seperti cermin yang retak, mengaburkan refleksi identitas kita. Kita
lupa bahwa merawat sungai berarti merawat diri kita sendiri. Setiap sampah yang
kita buang ke sungai adalah noda pada jati diri kita, setiap polusi adalah luka
yang kita goreskan pada warisan nenek moyang. Kita kadang bersikap dzalim pada
apa yang sudah ada, menjadi perusak, bahkan tak sedikit diantaranya meratakan
sungai hanya demi menyambung kehidupan untuk beranak pinak, mengganti
keberadaan sungai dengan tumpukan tanah yang beralih fungsi menjadi tempat kita
membaringkan tubuh. Acap kali kita bersikap sentimentil pada keberadaan sungai
dengan sikap acuh dan kebengisan kita, menjadikan sungai seakan pesaing kehidupan.
Merawat sungai adalah tindakan
mulia yang melampaui batasan fisik. Ini adalah panggilan jiwa, seruan untuk
kembali pada akar dan menghormati sumber kehidupan kita. Membersihkan sungai
dari sampah dan limbah adalah bentuk penghormatan kepada alam dan sejarah kita.
Mengembalikan kejernihan airnya adalah usaha untuk memulihkan kejernihan hati
dan pikiran kita. Dalam setiap tetes air yang kembali bersih, ada refleksi dari
niat baik dan kesadaran akan pentingnya identitas sejati kita.
Mari kita bergandengan tangan,
seperti aliran sungai yang tak terputus, untuk merawat dan menjaga
sungai-sungai kita. Biarkan air yang mengalir membawa pesan cinta dan
kepedulian kita kepada generasi mendatang. Sebab, sungai bukan hanya
mengalirkan air, tetapi juga harapan, kehidupan, dan jati diri kita yang abadi.
Dengan merawat sungai, kita mengingat dan merayakan siapa diri kita sebenarnya,
sebagai bagian tak terpisahkan dari alam dan sejarah yang agung.
batulayang, 20 Juni 2024