- Back to Home »
- Pemikiran »
- REVOLUSI PERBAB
Posted by : kontributor
Selasa, 21 Oktober 2014
Setiap kali pemikiran
akan adanya kejenuhan oleh rasa terkekang karena peraturan yang datang dari
pemimpin yang tak berpihak kepada rakyat itu datang, pemikiran sang penulis
yang mencari keadilan selalu akan menggoda tangan untuk menari-menari di atas
putihnya kertas yang akan tergoresi tinta-tinta pengharapan akan hancurnya
sebuah keadaan terkungkung.
Tebal atau tidak,
lembaran buku-buku teriakan dari hati dan pemikiran jernih ini laksana pisau
yang tajam melebihi tajamnya pedang, buku merupakan tempat berlindung dan
tempat mengungkapkan kegelisahan hati seorang penyamun ilham kebebasan dan
tempat curahan akan kegundahan hatinya seorang pionir dan aktifis penulis.
Jika keadaan di
sebuah tempat/negara tidak ada ruang untuk berpendapat dan menggagaskan sebuah
ide pembaharuan, maka buku adalah jawaban sesungguhnya. Dan bila isi, adalah
sebuah kebenaran tentang kebejadan dan
kedengkian sang pemimpin, bukan tidak mungkin “pemberedelan” adalah
jawaban milik sang pemimpin dan “kemenangan berpendapat” adalah jawaban dari
sang pencari keadilan.
Dari Buku Semua Tertawa!!!
Sang pemimpin yang
bangga atas keberhasilannya membukam pendapat yang tertuang dalam buku-buku
tersebut, yang berisi tentang ancaman merasa telah hilang, walaupun sedikit
kecut ia merasakan kekhawatiran di hati kecilnya karena sebagian orang telah
membuka dan membacanya, sementara seorang penulis yang mengharapkan keadilan
merasa lebih tertawa walaupun hanya sebagian orang saja yang membacanya, paling
tidak ada rasa kepuasan karena secercah harapan akan perubahan yang diinginkan
telah tergambar dari orang-orang yang membacanya, dan sang pencari keadilan
lewat tulisan tetap berharap kepada para pembacanya tersadarkan akan keadaan
yang tidak berpihak ini. Karena sang penulis selalu mengharapkan eskalasi dari
buku yang telah tercipta dari tarian tangan dan pemikiranya. Karena sekali saja
orang membaca satu bait sebuah pemikiran tentang keadaan fakta sebenarnya, maka
satu kalimat itu adalah penggugah hati untuk berfikir ulang tentang sebuah
keadaan.
Dari Buku Hilanglah Kekuasaan
Jika dalam satu masa,
sang penguasa adalah penghianat bagi rakyatnya maka perlawanan adalah
jawabanya, tapi bila mana dalam satu masa perlawanan terkungkung oleh tindakan
militeris yang dapat melukai setiap
fisik maka pemikiran yang tertuang dalam buku adalah ruang penyampai dan
jawaban yang utuh,
Penguasa yang lalim
dan haus kekuasaan abadi, akan menggunakan segala cara untuk menghentikan semua
bentuk kritikan terhadap dirinya. Dan rakyat di posisikan sebagai objek
tertentu yang bisa di atur dengan telunjuknya, dan semua penguasa yang otoriter
selalu membuat sebuah alibi yang memposisikan dirinya sebagai civil society,
dan sebagai pemimpin dari sebuah kedamaian, padahal di balik semua itu, ada
nafsu keinginan untuk menundukan berbagai macam penghianatan terhadap dirinya
agar kelanggengan titahnya sebagai penguasa tetap terpelihara dan terjaga.
Mereka pemimpin yang
haus kekuasaan menggunakan sebuah peledoi akan kemunafikan dan kelicikannya dan
menggunakan berbagai macam cara untuk membagun pengaruh sentimenisme masyarakat
dan mengintimidasi, bahkan memutarbalikan
fakta sebenarnya seolah ”penganut impian keadilan terhadap rakyat atau para
penulis pencari keadilan”, dan mereka penganut keadilan terhadap rakyat adalah
seorang yang isi hatinya menangis dan mencurahkannya dalam sebuah buku tentang
ceritanya akan keadaan tidak berpihak ini. Untuk di anggap sebagai musuh yang
nyata.
Kursi kekuasan memang
mahal dan perlu pengorbanan, selain nafsu yang teramat kuat dari pemimpin yang
haus akan kelanggengangannya sebagai raja, mendorongnya mengesampingkan isi
hati nurani dan membuat sebuah opini negatif yang di tunjukan kepada para
aktifis penulis yang mendedikasikan dirinya pembela rakyat di posisikan sebagai
pembangkang dan perusak ketentraman, dan lagi-lagi masyarakat yang takut, di
intervensi untuk ikut andil berifikir bersama-sama melawan segala bentuk
pemberontakan lewat apapun termasuk kritikan lewat buku.
Ketika tiba masa
kehancuran itu, dan ketika para pemimpin licik itu berfoya dengan
kemenangannya, sesungguhnya tercipta gerakan bawah tanah dari orang-orang yang
terpengaruh dan tergugah hatinya karena pesan dari buku yang di berangus
menjadi fase awal terjadinya pembangkangan yang lebih besar. Buku yang berisi
perlawanan terhadap suatu keadaan yang tidak berpihak menjadi sebuah pedoman
dan pembangkit semangat untuk menghacurkan bersama-sama terhadap konstitusi
yang di salah artikan dan di salah gunakan, dengan begitu sesungguhnya keadaan
akan perlawanan semakin terang benderang karena buku adalah pembuka pikiran.
Dan bentuk perjuangan lembut dengan tidak menjadikan fisik sebagai garda
terdepan. Buku selalu menjadi awal bangkitnya rasa nasionalisme dan awal dari
perjuangan penggugah untuk menghacurkan segala bentuk kekuasan yang menindas
dan tak berpihak. Tetapi buku juga sering di salah artikan ketika sang penulis
bukanlah seorang petarung yang melawan ketikdak adilan melainkan seorang
pengecut, yang bersembunyi di balik satu frase kalimat hanya untuk menciptakan
sebuah kekeliruan dari keadaan yang sudah menajdi hal yang wajar menciptakan
keadaan yang tak wajar.
Buku adalah tempat
dimana setiap orang dapat menuangkan sebuah pemikiran dari yang hegemonis sampai
majemuk, dari yang absoluties sampai yang demokratis, dari hal yang bersifat
kelembutan sampai hal yang bersifat radikal semua dapat tertuang dan terangkai,
dan isi dari setiap gagasan yang tertulis di buku senantiasa tersimpan dan
abadi melekat sepanjang abad.